Pencegahan Stunting di Daerah Tertinggal dengan Pendekatan Keluarga


Menurut Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) dari kemenkes, menyatakan bahwa prevalensi stunting pada tahun 2019 masih cukup tinggi, yaitu 27,67%. Namun angka ini sudah mengalami penurunan dari tahun 2018 yang angkanya mencapai 30,8% (Riskesdas, 2018). Di kawasan ASEAN sendiri, Indonesia menjadi negara tertinggi kedua setelah Laos yang mencapai 43.8%. Ini tentu bukan merupakan sebuah prestasi bagi Indonesia, tapi ini merupakan PR bagi Indonesia untuk bisa terus menekan angka prevalensi stunting di Indonesia. Menurut Pemantauan Statuz Gizi 2017, daerah yang menjadi penyumbang terbesar angka stunting >30% diantaranya sulawesi, kalimantan, nusa tenggara, papua, dan sebagian daerah di sumatra. Sementara itu Jawa dan Madura angka stuntingnya <30%. Dilihat dari data tersebut, angka stunting masih tinggi di daerah-daerah yang jauh dari perkotaan, dan daerah yang termasuk kategori T3.
Melihat dari data diatas, pemerintah dan seluruh tenaga kesehatan tingkat primer mempunyai tanggung jawab untuk bisa menekan angka prevalensi stunting. Diperlukan strategi yang baik untuk bisa mengatasi permasalahan ini, salah satunya yaitu dengan pendekatan keluarga. Pendekatan keluarga merupakan metode peningkatan jangkauan sasaran dan medekatkan atau meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarganya. Pelayanan kesehatan primer dalam hal ini puskesmas, tidak hanya mengadakan pelayanan kesehatan di dalam gedung, melainkan juga mendatangi keluarga di wilayah kerjanya.
Tentu ada banyak faktor yang dapat meningkatkan faktor resiko terjadinya stunting, seperti kondisi dan kesehatan ibu, asupan nutrisi bayi, dan sosial ekonomi. Kondisi dan kesehatan ibu sebelum dan sesudah persalinan mempunyai pengaruh penting bagi kondisi gizi bayi. Dengan adanya metode pendekatan keluarga, fasilitas pelayanan kesehatan tingkat primer bisa membuat rencana mendatangi dan memberi berbagai macam penyuluhan terkait faktor-faktor resiko terjadinya stunting.
Lalu bagaimana aplikasi strategi dengan menggunakan pendekatan keluarga? Seperti menggerakkan seluruh bidan yang ada diseluruh desa yang ada di suatu kecamatan, untuk bisa membuat dan memberikan pelatihan atau penyuluhan kepada kader kesehatan yang sudah dipilih sebelumnya. Kader ini dilatih untuk bisa menjelaskan kepada seluruh keluarga yang ada di desa tersebut dengan mendatangi setiap rumah, dan menjelaskan bagaimana upaya preventif untuk menanggulangi stunting. Penyuluhan setiap keluarga ini difokuskan kepada keluarga yang masih produktif atau pasangan suami istri yang baru saja menikah dan berencana mempunyai anak. Keluarga ini diedukasi apa saja yang perlu dipersiapkan sebelum kehamilan, saat kehamilan, dan pasca persalinan. Kebutuhan gizi ibu tentu akan mempengaruhi perkembangan janin saat kehamilan dan pasca persalianan. Keluarga tersebut juga diedukasi apa saja gizi yang harus dipenuhi bagi bayi selama proses pertumbuhan. Setelah seluruh keluarga sudah diberikan penyuluhan dan edukasi tentang langkah pencegahan stunting, selanjutnya adalah melakukan monitoring atau pengawasan kepada seluruh keluarga tersebut. Dilakukan follow up secara berkala bagi ibu hamil selama kehamilan dan pasca persalinan.
Tentu ada faktor lain yang juga tidak kalah penting dalam upaya menanggulangi stunting, yaitu faktor sosial ekonomi. Karena pada umumnya kejadian stunting banyak terjadi pada keluarga yang berada yang tingkat sosial ekonomi yang rendah. Hal ini tidak bisa diselesaikan hanya oleh tenaga kesehatan saja, tapi juga harus ada dukungan oleh pemerintah setempat. Memberikan bantuan pangan yang bergizi terhadap keluarga yang sosial ekonominya rendah akan sangat membantu mereka. Dan dukungan sosial keluarga juga tidak kalah penting, terutama bagi suami yang diharapkan selalu memberikan dukungan kepada istrinya.
Seluruh upaya yang dilakukan tidak akan berhasil jika mengandalkan satu sisi saja, diperlukan kepedulian seluruh stake holder terkait untuk bisa menanggulangi terjadinya stunting. Diharapkan dengan menggunakan metode pendekatan keluarga ini, seluruh keluarga dapat memahinya secara komprehensif, sehingga tidak ada lagi mispersepsi tentang bagaiaman mencukupi kebutuhan gizi khususnya pada anak.


Sumber :
Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018.
Riset Kesehatan Dasar Indonesia. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018
Hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia. Badan Litbangkes Kementrian Kesehatan RI. 2019.


21601101033/Rhivaldy Faahim Kamalulloh

Post a Comment

0 Comments